SISTEM
KOLOID
A.
Pengertian Sistem Koloid
Sistem
koloid merupakan suatu bentuk campuran yang keadaannya terletak antara larutan
dan suspensi (campuran kasar), contohnya lem, kanji, santan, dan jeli. Analisis
sistem koloid diawali oleh percobaan Thomas Graham. Thomas Graham menemukan
bahwa berbagai larutan misalnya HCl dan NaCl mudah berdifusi, sedangkan zat-zat
seperti kanji, gelatin dan putih telur sangat lambat atau sama sekali tidak
berdifusi. Ia menemukan waktu difusi relatif untuk berbagai zat. Oleh karena
zat yang mudah berdifusi biasanya berbentuk kristal dalam keadaan padat, Graham
menyebutnya kristaloid. Sedangkan,
zat-zat yang sukar berdifusi disebutnya koloid.
Istilah
koloid berasal dari bahasa Yunani, yaitu “kolla”
dan “oid”. Kolla berarti lem sedangkan oid
berarti seperti. Dalam hal ini yang dikaitkan dengan lem adalah sifat
difusinya, sebab sistem koloid mempunyai nilai difusi yang rendah seperti lem.
Untuk memahami sistem koloid, kita dapat membandingkan tiga jenis campuran
yaitu campuran kopi dalam air, campuran garam dalam air dan campuran susu dalam
air.
Ketika kita mencampurkan kopi dalam air,
ternyata kopi tidak larut dalam air. Walaupun campuran ini diaduk, lambat laun
kopi akan memisah (mengalami sedimentasi). Ketika
kita mencampurkan kopi dalam air, ternyata kopi tidak larut dalam air. Walaupun
campuran ini diaduk, lambat laun kopi akan memisah (mengalami sedimentasi).
Gambar.
Campuran air dan kopi
Di lain pihak, jika kita mencampurkan
garam dalam air, ternyata garam larut dalam air dan diperoleh larutan garam. Di
dalam larutan, zat terlarut tersebar
dalam bentuk partikel yang sangat kecil sehingga tidak dapat dibedakan lagi
mediumnya walaupun menggunakan mikroskop ultra. Larutan bersifat kontinu dan
merupakan sistem satu fase (homogen). Ukuran partikel zat terlarut kurang dari
1 nm ( 1nm = 10-9 m) larutan bersifat stabil (tidak memisah) dan tidak dapat
disaring.
Gambar.
Garam dan air
Selanjutnya, jika kita campurkan susu
(misalnya susu bubuk) dalam air, ternyata ―susu‖ larut tetapi―larutan itu tidak
bening melainkan keruh. Jika didiamkan campuran itu tidak memisah dan juga
tidak dapat dipisahkan dengan penyaringan (hasil penyaringan tetap keruh).
Secara makroskopik, campuran ini homogen. Akan tetapi, jika diamati dengan
mikroskop ultra ternyata masih dapat dibedakan partikel-partikel lemak susu
tersebar dalam air. Campuran seperti ini yang disebut koloid. Ukuran partikel
koloid berkisar antara 1 nm – 100 nm.
Gambar.
Campuran air dan susu
Jadi, koloid adalah campuran heterogen
dan merupakan sistem dua fase. Dua fase ini meliputi zat terlarut sebagai
partikel koloid atau yang sering dikenal dengan fase terdispersi serta zat yang
merupakan fase kontinu dimana partikel koloid terdispersi yang disebut medium
pendispersi. Ukuran partikel koloid berkisar antara 10-7 – 1—5 (1-100 nm).
Ukuran inilah yang membedakan koloid dengan larutan dan suspensi.
Gambar.
Larutan, koloid, dan suspensi
Adapun perbandingan
sifat antara larutan,
koloid dan suspensi
disimpulkan dalam tabel berikut ini.
Sifat
|
Larutan sejati
|
Sistem koloid
|
Suspensi
|
|
Bentuk campuran
|
Homogen
|
Tampak homogen
|
Heterogen
|
|
Bentuk dispersi
|
Dispersi molekuler
|
Dispersi padatan
|
Dispersi padatan
|
|
Ukuran partikel
|
<10-7 cm atau <
1nm
|
10-7 s/d 10-5 cm atau
|
>10-5 cm
atau >100
|
|
1 s/d 100 nm
|
nm
|
|||
Fasa
|
Satu fasa
|
Dua fasa
|
Dua fasa
|
|
Kestabilan
|
Stabil
|
Umumnya stabil
|
Tidak stabil
|
|
Penyaringan
|
Tidak dapat disaring
|
Tidak dapat disaring
|
Dapat disaring
|
|
meskipun dengan
|
kecuali
|
dengan
|
dengan kertas saring
|
|
penyaring ultra
|
penyaring ultra
|
biasa
|
||
Contoh
|
Larutan gula, larutan
|
Susu, sabun,
|
santan,
|
Pasir dalam air, kopi
|
garam, alkohol 70 %,
|
mentega
|
dalam air.
|
||
B. Jenis-Jenis Koloid
Berdasarkan
fase terdispersinya sistem koloid dapat dikelompokan menjadi tiga yaitu sol
(fase terdispersi berupa zat padat), emulsi (fase terdispersi berupa zat cair),
dan buih (fase terdispersi berupa gas).
C. Sifat-Sifat Koloid
Suatu
campuran digolongkan kedalam sistem koloid apabila memiliki sifat-sifat yang
berbeda dari larutan sejati. Beberapa sifat fisik yang membedakan sistem koloid
dari larutan sejati seperti berikut ini
1. Efek Tyndall
Pernahkah
kita mengamati jalannya berkas cahaya sinar atau cahaya yang dihamburkan oleh
partikel-partikel debu?
Bila cahaya menembus melalui celah-celah rumah kita, tampak sinar matahari dihamburkan oleh partikel-partikel debu. Partikel debu berukuran koloid, partikelnya sendiri tidak dapat dilihat oleh mata, yang tampak adalah cahaya yang dihamburkan oleh debu. Efek tyndall ini ditemukan oleh John Tyndall (1820-1893) seorang ahli fisika Inggris. Oleh karena itu sifat ini disebut efek tyndall. Efek tyndall dapat digunakan untuk membedakan koloid dari larutan sejati, sebab atom, molekul atau ion yang membentuk larutan tidak dapat menghamburkan cahaya akibat ukurannya terlalu kecil. Hamburan cahaya ini yang dinamakan efek tyndal.
Bila cahaya menembus melalui celah-celah rumah kita, tampak sinar matahari dihamburkan oleh partikel-partikel debu. Partikel debu berukuran koloid, partikelnya sendiri tidak dapat dilihat oleh mata, yang tampak adalah cahaya yang dihamburkan oleh debu. Efek tyndall ini ditemukan oleh John Tyndall (1820-1893) seorang ahli fisika Inggris. Oleh karena itu sifat ini disebut efek tyndall. Efek tyndall dapat digunakan untuk membedakan koloid dari larutan sejati, sebab atom, molekul atau ion yang membentuk larutan tidak dapat menghamburkan cahaya akibat ukurannya terlalu kecil. Hamburan cahaya ini yang dinamakan efek tyndal.
Efek
tyndall (hamburan cahaya)
oleh suatu campuran menunjukan bahwa campuran tersebut
adalah suatu koloid, dimana
ukuran partikel-partikelnya
lebih besar dari ukuran partikel dalam
larutan, sehingga dapat menghamburkan cahaya.
Pernahkah
kalian berpikir kenapa langit tampak berwarna biru? Mengapa pula pada waktu
matahari terbenam, langit tampak orange atau kemerahan?
John
Tyndall (1820-1893)
Udara
mengandung partikel-partikel koloid yang terdispersi seperti debu dan partikel
zat padat (juga zat cair). Partikel-partikel inilah yang menghamburkan cahaya
matahari sampai ke mata kita. Sinar matahari adalah cahaya tampak yang terdiri
dari campuran. Warna – warna dalam spektrum warna, mulai dari merah sampai
ungu. Warna-warna tersebut memiliki frekuensi berbeda, dari warna merah dengan
frekuensi rendah sampai warna ungu dengan frekuensi tertinggi. Intensitas
cahaya yang dihamburkan berbanding lurus dengan frekuensi. Jadi semakin tinggi
frekuensi suatu warna maka besar pula cahaya yang dihamburkan. Ketika matahari
berada diatas kita (siang hari) langit tampak berwarna biru karena warna biru
sampai ungu memiliki frekuensi yang tinggi. Jadi warna – warna inilah yang
dihamburkan. Sementara itu orang-orang yang berada disebelah barat dan timur
mengalami matahari terbit dan terbenam. Mereka melihat warna cahaya dengan
intensitas rendah yaitu warna merah sampai orange.
2.
Gerak Brown
Jika
mikroskop optik diarahkan pada suatu dispersi koloid dengan arah tegak lurus
terhadap berkas cahaya yang dilewatkan maka akan tampak partikel-partikel koloid.
Akan tetapi, partikel yang tampak bukan sebagai partikel dengan bentuk yang
tegas melainkan bintik-bintik terang. Dengan mengikuti gerakan bintik-bintik
cahaya, Anda dapat melihat bahwa partikel koloid bergerak terus menerus secara
acak menurut jalan yang zig-zag.
Gerakan acak partikel koloid dalam
suatu medium disebut gerak Brown. Sesuai dengan nama seorang pakar botani
Inggris, Robert Brown yang pertama kali melihat gejala ini pada tahun 1827.
Gambar. Gerak Brown dari suatu
koloid yang dapat diamati dibawah mikroskop
Robert
Brown tidak dapat menjelaskan mengapa partikel koloid dapat bergerak acak dan
berliku. Akhirnya, pada 1905, gerakan seperti itu dijelaskan secara matematika
oleh Albert Einstein. Einstein menunjukkan bahwa partikel yang bergerak dalam
suatu medium akan menunjukkan suatu gerakan acak seperti gerak Brown akibat
tumbukan antarpartikel yang tidak merata.
3.
Adsorpsi
Apabila partikel-partikel sol
padat ditempatkan dalam
zat cair atau
gas, maka partikel-partikel zat
cair atau gas tersebut akan terakumulasi pada permukaan zat padat tersebut.
Fenomena ini disebut adsorpsi. Beda halnya dengan absorpsi. Absorpsi adalah
fenomena menyerap semua partikel ke dalam sol padat bukan di atas permukaannya,
melainkan di dalam sol padat tersebut. Partikel koloid sol memiliki kemampuan
untuk mengadsorpsi partikel-partikel pada permukaannya, baik partikel netral
atau bermuatan (kation atau anion) karena mempunyai permukaan yang sangat luas.
Proses
adsorpsi ini merupakan peristiwa dimana partikel koloid menyerap partikel
bermuatan dari fase pendispersinya sehingga partikel koloid menjadi bermuatan.
Jenis muatannya tergantung pada jenis partikel bermuatan yang diserap apakah
anion atau kation.
Contoh, Sol
Fe(OH)3
|
dalam air
|
Contoh, Sol As2S3 mengadsorpsi ion
|
Mengadsorpsi ion positif
|
sehingga
|
negatif sehingga bermuatan negatif
|
bermuatan positif,
|
Sifat adsorpsi koloid digunakan
dalam berbagai proses antara lain :
a.
Penjernihan
air
Penjernihan
air dapat dilakukan dengan menambahkan tawas (K2SO4.Al2(SO4)3.24H2O . Air dan
tawas membentuk koloid. Koloid tersebut dapat mengadsorpsi zat-zat warna atau
kotoran dalam air.
b.
Penghilang
bau badan
Untuk menghilangkan bau badan
digunakan aluminium stearat yang digosokan ke badan atau ketiak. Dengan adanya
keringat maka akan terbentuk koloid Al(OH)3 yang dapat menghilangkan
bau badan.
c.
Penyembuh
sakit perut
Norit
adalah tablet yang terbuat dari karbon aktif. Dalam usus, campuran serbuk
karbon dengan air membentuk sistem koloid yang dapat mengadsorpsi
bakteri-bakteri berbahaya dan kelebihan gas yang mengganggu sistem pencernaan.
4.
Elektroforesis
Sistem
koloid bersifat stabil, hal ini disebabkan adanya muatan listrik pada permukaan
partikel koloid yang berasal dari zat asing yang teradsorpsi dipermukaan
koloid. Adanya muatan listrik tertentu pada partikel-partikel terdispersi dalam
sistem koloid menyebabkan adanya gaya tolak menolak antarpartikel sehingga
partikel tersebut saling berjauhan. Dengan kata lain, sistem dispersi pada koloid
bersifat stabil.
Untuk
membuktikan bahwa partikel koloid bermuatan listrik, dapat dilakukan dengan
proses /gejala elektroforesis, berupa pergerakan partikel/zat yang bermuatan
listrik pada kondisi pH tertentu ke arah kutub listrik yang berlawanan. Seperti
terlihat pada gambar disamping ini, partikel-partikel koloid yang bermuatan
positif akan bergerak menuju elektroda yang berbeda muatan yaitu negatif begitu
juga sebaliknya.
Gambar.Partikel
koloid yang bermuatan positif akan bergerak menuju katoda (-)
Berdasarkan
prinsip ini akan terjadi pemisahan bagian-bagian zat yang tergantung pada besar
dan kekuatan muatan listriknya.
Prinsip elektroforesis dapat
diterapkan dalam :
a. Pemisahan macam-macam protein dalam
larutan. Muatan pada molekul protein berbeda bergantung pada pH larutan. Dengan
mengatur pH larutan, pemisahan protein dapat dilakukan.
b. Melapisi lateks atau melapisi anti
karat pada badan mobil
Partikel-partikel lateks yang
bermuatan seperti cat tertarik pada logam, dengan mengalirkan muatan listrik
pada logam yang berlawanan dengan muatan cat, maka cat akan menempel pada
logam. Pelapisan logam oleh cat dengan cara ini lebih kuat dibandingkan dengan
cara konvensional seperti pada koas.
5.
Koagulasi
Jika
kita perhatikan di muara-muara sungai yang menuju laut, seringkali kita melihat
sejumlah daratan kecil yang disebut delta. Bagaimana delta dapat terbentuk?
Seperti telah dijelaskan pada bagian sebelumnya bahwa sistem dispersi koloid
merupakan sistem yang stabil akibat adanya gaya tolakan antarpartikel yang
bermuatan sejenis. Oleh karena itu, prinsip penetralan muatan partikel koloid
dapat digunakan untuk menurunkan kestabilan koloid dengan cara penggumpalan,
dan proses ini dikenal dengan istilah koagulasi. Koloid dapat digunakan untuk
menurunkan kestabilan koloid dengan cara penggumpalan, dan proses ini dikenal
dengan istilah koagulasi. Koagulasi adalah penggumpalan partikel koloid
sehingga terjadi endapan. Dengan adanya koagulasi, zat koloid. Koagulasi
terjadi kerena pemanasan, penambahan elektrolit dan pencampuran dua koloid yang
berbeda muatan.
Beberapa contoh proses koagulasi
seperti:
1.
Pembentukan
delta dimuara sungai
Pada dasarnya pembentukan delta
disebabkan oleh proses koagulasi lumpur yang terbawa oleh air sungai akibat
melimpahnya elektrolit dalam air laut seperti Na+ dan Mg2+.
Lumpur yang terbawa air sungai kelaut bermuatan negatif akibat mengadsorbsi
ion-ion bermuatan negatif dari tanah. Ketika lumpur tersebut sampai kelaut,
lumpur akan bertemu dengan ion-ion bermuatan positif seperti Na+ dan
Mg2+ yang tersedia melimpah dilaut akibatnya lumpur kehilangan
muatan dan mengendap sehingga terbentuk delta.
2.
Penyaringan
asap dan debu melalui cerobong asap pabrik dengan menggunakan alat Cottrell.
Debu dan asap itu akan diikat oleh elektroda-elektroda.
3.
Penggumpalan
lateks (koloid karet) dengan cara menambahkan asam asetat ke dalam lateks
4.
Pembuatan
keju dengan penambahan rennet (zat
tertentu) kedalam susu, yang dapat mendestabilkan dispersi koloid dan
menyebabkan susu menggumpal.
Penetralan partikel koloid dapat
dilakukan dengan 3 cara yaitu :
a.
Penambahan
koloid lain dengan muatan berlawanan
Ketika
koloid bermuatan positif dicampur dengan koloid bermuatan negatif, maka muatan
tersebut akan saling menghilang dan bersifat netral.
b.
Penambahan
elektrolit
Jika suatu elektrolit ditambahkan
pada sistem koloid maka partikel koloid yang bermuatan negatif akan
mengadsorpsi ion positif (kation) dari elektrolit. Begitu pula sebaliknya,
partikel positif akan mengadsorpsi ion negatif (anion) dari elektrolit. Dari
adsorpsi diatas maka terjadi proses koagulasi. Penetralan muatan koloid dapat
dilakukan dengan cara menambahkan elektrolit pada larutan koloid yaitu ion-ion seperti
Na+ , Ca2+, atau Al3+ dapat menetralkan muatan
negatif pada partikel koloid seperti sol As2O3 sehingga
koloid tersebut terkoagulasikan. Kecepatan koagulasi bergantung pada jumlah
muatan elektrolit. Makin besar muatan elektrolit yang ditambahkan ke dalam
dispersi koloid, makin cepat proses koagulasi terjadi. Karena itu, koagulasi
sol As2O3 lebih cepat bila ditambahkan larutan yang
mengandung Al3+ daripada Mg2+ atau Na+ .
c.
Pendidihan
Kenaikan
suhu sistem koloid menyebabkan jumlah tumbukan antara partikel-partikel sol
dengan molekul-molekul air bertambah banyak. Hal ini melepaskan elektrolit yang
teradsorpsi pada permukaan koloid. akibatnya partikel tidak bermuatan
6.
Dialisis
Pemurnian koloid selain dengan cara
elektroforesis dapat juga dilakukan dengan cara dialisis yaitu suatu teknik
pemurnian berdasarkan pada perbedaan ukuran partikelnya. Dialisis dilakukan
dengan cara menempatkan dispersi koloid dalam kantung yang terbuat dari membran
seperti selofan, perkamen dan membran yang sejenis. Selanjutnya merendam
kantung tersebut dalam air yang mengalir atau air yang dialirkan. Oleh karena
ion-ion atau molekul memiliki ukuran lebih kecil dari partikel koloid, maka
ion-ion itu dapat berdifusi melalui membran lebih cepat daripada partikel
koloid, sehingga partikel koloid akan tetap berada didalam kantung membran.
Prinsip
dialisis digunakan untuk membantu pasien gagal ginjal. Ginjal berfungsi untuk
mengeluarkan zat yang tidak berguna yang dihasilkan tubuh yang terdapat dalam
darah. Salah satu zat yang dikeluarkan tubuh adalah urea. Zat ini biasanya
dikeluarkan melalui urin. Jika ginjal tidak berfungsi dengan baik, urea akan
menumpul dalam darah sehingga mengakibatkan kematian. Orang yang gagal ginjal
dapat menjalani cuci darah. Dalam hal ini fungsi ginjal diganti oleh mesin
dialisator. Prinsip dialisis biasa digunakan untuk memisahkan tepung tapioka dari
ion-ion sianida yang terkandung dalam singkong.
D. Koloid Liofil dan Liofob
Berdasarkan
perbedaan daya adsorpsi dari fase terdispersi terhadap medium pendispersinya
yang berupa zat cair, koloid dapat dibedakan menjadi dua jenis. Sistem koloid
di mana partikel terdispersnya mempunyai daya adsorpsi yang relatif besar
disebut koloid liofil dan sistem koloid dimana partikel terdispersinya
mempunyai daya adsorpsi yang relatif kecil disebut koloid liofob. Kolid liofil
bersifat lebih stabil, sedangkan koloid liofob bersifat kurang stabil. Koloid
liofil berfungsi sebagai koloid pelindung.
Koloid
liofil (suka cairan) : koloid di mana terdapat gaya tarik menarik yang cukup
besar antara fase terdispersi dan medium pendispersinya. Contohnya, dispersi
kanji, sabun, deterjen, dan protein dalam air. Koloid liofob (tidak suka
cairan) : koloid di mana terdapat gaya tarik menarik yang lemah atau bahkan
tidak ada gaya tarik menarik antara fase terdispersi dan medium pendispersinya.
Contohnya, dispersi emas, Fe(OH)3 , dan belerang dalam air.
Jika
medium pendispersi koloid ini adalah air, maka istilah yang digunakan adalah
koloid hidrofil dan koloid hidrofob. Contoh koloid hidrofil : protein, sabun,
deterjen, agar-agar, kanji, dan gelatin. Contoh koloid hidrofob : susu,
mayonaise, sol belerang, sol Fe(OH)3 , sol-sol sulfida, dna sol-sol
logam.
E.
Pembuatan Koloid
ü Cara Kondensasi
Cara
kondensasi adalah cara pembuatan partikel koloid dari partikel larutan sejati,
dengan kata lain pembentukan agregat berukuran koloid dari partikel kecil
seukuran molekul atau ion. Cara ini umumnya dilakukan melalui reaksi kimia. Ada
tiga jenis reaksi yang dapat menghasilkan koloid yaitu reaksi hidrolisis,
reaksi redoks, dan reaksi metatesis.
1.
Reaksi
Hidrolisis
Reaksi
hidrolisis adalah istilah untuk reaksi yang melibatkan reaksi penguraian
molekul air membentuk ion H+ dan ion OH-
Contoh pembentukan sol Fe(OH)3
dari hidrolisis FeCl3
Reaksinya : FeCl3 + 3H2O
→ Fe(OH)3 + HCl
Saat larutan FeCl3
diteteskan kedalam air mendidih, akan terjadi reaksi antara ion-ion OH-
dengan FeCl3 membentuk Fe(OH)3. Ukuran partikel-partikel
Fe(OH)3 yang terbentuk lebih besar dari ukuran partikel larutan
sejati, tetapi tidak cukup besar untuk mengendap. Selain itu, Fe(OH)3
yang terbentuk terstabilkan dengan adanya muatan listrik akibat teradsorpsinya
ion-ion Fe3+. Hal ini menunjukan bahwa Fe(OH)3 merupakan
koloid.
2.
Reaksi
Redoks
Reaksi redoks adalah reaksi yang
disertai perubahan bilangan oksidasi.
Contoh: pembentukan sol emas.
Koloid sol emas dibentuk melalui proses
reduksi emas (III) klorida dengan formalin. Reaksinya sebagai berikut :
2AuCl3
+ CH3COH + 3H2O → 2Au + 6HCl + CH3COOH
Emas
pertama-tama terbentuk dalam keadaan atom bebasnya, kemudian membentuk agregat
seukuran koloid yang selanjutnya distabilkan oleh adanya ion OH-
dari hidrolisis air yang teradsorpsi dipermukaan koloid.
3.
Reaksi
Metatesis
Reaksi
metatesis adalah reaksi pertukaran muatan antar ion-ion. Contoh : kedalam
larutan natrium tisulfat ditambahkan larutan asam klorida akan terbentuk
partikel berukuran koloid. Persamaan reaksinya : Na2S2O3
+ 2HCl → 2NaCl + H2SO3 + S
Terbentuknya partikel berukuran
koloid karena belerang yang terbentuk akan beragregat yang makin lama semakin
besar sampai berukuran koloid. akan tetapi, bila konsentrasi pereaksi dan suhu
reaksi tidak dikendalikan, dispersi koloid tidak akan terbentuk sebab partikel
belerang akan tumbuh terus menjadi endapan yang tidak larut dalam air.
ü Cara Dispersi
Cara
dispersi adalah cara pembuatan partikel koloid dari partikel yang lebih besar.
Beberapa metode yang biasa digunakan dengan cara dispersi adalah cara mekanik,
cara peptisasi, cara homogenisasi, dan cara busur listrik Bredig
1.
Cara
mekanik
Menurut cara ini, zat yang akan
didispersikan dalam medium pendispersi digiling sampai ukurannya berada pada
rentang partikel-partikel koloid. contoh penggilingan kacang kedelai pada
proses pembuatan tahu, pembuatan cat di industri dimana bahan untuk membuat cat
digiling sampai berukuran koloid kemudian didispersikan kedalam medium
pendispersi seperti air.
2.
Cara
peptisasi
Cara peptisasi dilakukan dengan
memecahkan suspensi kasar menjadi partikel terdispersi koloid kemudian
menambahkan ion-ion yang dapat diadsorpsi oleh partikel-partikel koloid
sehingga koloid tersebut stabil. Secara praktis cara ini dilakukan dengan
menambahkan larutan ion sejenis kedalam suspensi suatu endapan kemudian dilakukan
pengadukan. Adanya pengadukan ini menimbulkan agregat endapan terpecah menjadi
agregat-agregat yang lebih kecil menuju ukuran koloid.
Penggabungan kembali agregat yang
berukuran koloid dicegah dengan adanya ion-ion yang teradsorpsi di permukaan
koloid.
Contoh : pembentukan koloid Fe(OH)3
dari suspensi Fe(OH)3 dengan cara penambahan larutan FeCl3
kedalam suspensi Fe(OH)3 dalam air dan mengaduknya.
3.
Cara
homogenisasi
Cara homegenasi dilakukan dengan
memecahkan suspensi menjadi partikel berukuran lebih kecil, kemudian dilewatkan
melalui lubang dengan ukuran pori tertentu dengan bantuan tekanan tinggi
sehingga partikel yang akan didispersikan ke mediumnya relatif homogen.
Contohnya pada pembuatan susu.
4.
Cara
Busur Bredig
Cara ini menggunakan arus listrik
bertegangan tinggi yang dialirkan melalui dua buah elektroda yang terbuat dari
kawat logam. Kedua elektroda tersebut disimpan berdekatan dan tercelup dalam
air. kawat logam merupakan bahan dasar untuk pembuatan partikel terdispersi.
Adanya loncatan bunga api listrik menyebabkan sebagian bahan kawat logam
menguap dan terlarut kedalam air sebagai medium pendispersi membentuk sol.
Logam-logam yang dapat dibuat koloid jenis sol ini adalah platina, emas, dan
perak.
Apakah koloid dapat dirubah menjadi larutan?
BalasHapusMenurut perubahan bentuknya, koloid dibedakan menjadi :
Hapus1.Koloid reversibel, yaitu koloid yang dapat berubah menjadi bukan koloid demikian pula sebaliknya.
Contoh : plasma darah kering dan susu bubuk, keduanya dapat menjadi koloid bila dicampurkan air dan menjadi bukan koloid dengan menguapkan airnya.
2.Koloid Irreversibel, yaitu suatu koloid yang setelah berubah menjadi bukan koloid tidak dapat menajdi koloid kembali.
Contoh : sol belerang dan sol emas
berdasarkan pernyataan diatas, brarti ada koloid yang bisa diubah ada yang tidak bisa
bu mengapa pada koloid partikelnya bergerak secara acak dan berliku? apa yang menyebabkan hal tersebut terjadi?
BalasHapusPartikel-partikel suatu zat senantiasa bergerak. Gerakan tersebut dapat bersifat acak seperti pada zat cair dan gas (dinamakan gerak Brown), sedangkan pada zat padat hanya berosilasi di tempat (tidak termasuk gerak Brown). Untuk koloid dengan medium pendispersi zat cair atau gas, pergerakan partikel-partikel akan menghasilkan tumbukan dengan partikel-partikel koloid itu sendiri. Tumbukan tersebut berlangsung dari segala arah. Oleh karena ukuran partikel cukup kecil, maka tumbukan yang terjadi cenderung tidak seimbang. Sehingga terdapat suatu resultan tumbukan yang menyebabkan perubahan arah gerak partikel sehingga terjadi gerak zigzag atau gerak Brown.
HapusSemakin kecil ukuran partikel koloid, semakin cepat gerak Brown yang terjadi. Demikian pula, semakin besar ukuran partikel koloid, semakin lambat gerak Brown yang terjadi. Hal ini menjelaskan mengapa gerak Brown sulit diamati dalam larutan dan tidak ditemukan dalam campuran heterogen zat cair dengan zat padat (suspensi).
Gerak Brown juga dipengaruhi oleh suhu. Semakin tinggi suhu sistem koloid, maka semakin besar energi kinetik yang dimiliki partikel-partikel medium pendispersinya. Akibatnya, gerak Brown dari partikel-partikel fase terdispersinya semakin cepat. Demikian pula sebaliknya, semakin rendah suhu sistem koloid, maka gerak Brown semakin lambat.
kesimpulannya, gerak acak dapat dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu ukuran partikel, suhu, dll
jelaskan bagaimana proses terbentuknya suspensi ke koloid?
BalasHapusDispersi adalah pembuatan partikel koloid dari partikel kasar (suspensi). Pembuatan koloid dengan dispersi meliputi: cara mekanik, peptisasi, busur Bredig, dan ultrasonik.
Hapus1) Proses Mekanik
Proses mekanik adalah proses pembuatan koloid melalui penggerusan atau penggilingan (untuk zat padat) serta dengan pengadukan atau pengocokan (untuk zat cair). Setelah diperoleh partikel yang ukurannya sesuai dengan ukuran koloid, kemudian didispersikan ke dalam medium (pendispersinya). Contoh, pembuatan sol belerang.
2) Peptisasi
Peptisasi adalah cara pembuatan koloid dengan menggunakan zat kimia (zat elektrolit) untuk memecah partikel besar (kasar) menjadi partikel koloid. Contoh, proses pencernaan makanan dengan enzim dan pembuatan sol belerang dari endapan nikel sulfida, dengan mengalirkan gas asam sulfida.
3) Busur Bredig
Busur Bredig ialah alat pemecah zat padatan (logam) menjadi partikel koloid dengan menggunakan arus listrik tegangan tinggi. Caranya adalah dengan membuat logam, yang hendak dibuat solnya, menjadi dua kawat yang berfungsi sebagai elektrode yang dicelupkan ke dalam air; kemudian diberi loncatan listrik di antara kedua ujung kawat. Logam sebagian akan meluruh ke dalam air sehingga terbentuk sol logam. Contoh, pembuatan sol logam.
4) Suara Ultrasonik
Cara ini hampir sama dengan cara busur Bredig, yaitu sama-sama untuk pembuatan sol logam. Ka1au busur Bredig menggunakan arus listrik tegangan tinggi, maka cara ultrasonik menggunakan energi bunyi dengan frekuensi sangat tinggi, yaitu di atas 20.000 Hz.
Bu cara mana yang paling mudah untuk pembentukan koloid?? mengapa?
BalasHapuscara yang paling mudah adalah cara dispersi proses mekanik.
HapusProses mekanik adalah proses pembuatan koloid melalui penggerusan atau penggilingan (untuk zat padat) serta dengan pengadukan atau pengocokan (untuk zat cair). Setelah diperoleh partikel yang ukurannya sesuai dengan ukuran koloid, kemudian didispersikan ke dalam medium (pendispersinya). Contoh, pembuatan sol belerang.
apa yang menyebabakan koloid mengalami koagulasi?
BalasHapusKoagulasi dapat terjadi secara fisik seperti pemanasan, pendinginan dan pengadukan atau secara kimia seperti penambahan elektrolit, pencampuran koloid yang berbeda muatan.
BalasHapus- Koagulasi koloid karena penambahan elektrolit terjadi sebagai berikut:
Koloid yang bermuatan negatif akan menarik ion positif (kation), sedangkan koloid yang bermuatan positif akan menarik ion negatif (anion). Ion-ion tersebut akan membentuk selubung lapisan kedua. Apabila selubung lapisan kedua itu terlalu dekat maka selubung itu akan menetralkan muatan koloid sehingga terjadi koagulasi. Makin besar muatan ion makin kuat daya tariknya dengan partikel koloid, sehingga makin cepat terjadi koagulasi.
Contoh: kotoran pada air yang digumpalkan oleh tawas sehingga air menjadi jernih.
Faktor-faktor yang menyebabkan koagulasi:
• Perubahan suhu.
• Pengadukan.
• Penambahan ion dengan muatan besar (contoh: tawas).
• Pencampuran koloid positif dan koloid negatif.
Koloid akan mengalami koagulasi dengan cara:
1. Mekanik
Cara mekanik dilakukan dengan pemanasan, pendinginan atau pengadukan cepat.
2. Kimia
Dengan penambahan elektrolit (asam, basa, atau garam).
Contoh :
susu + sirup masam —> menggumpal
lumpur + tawas —> menggumpal
Dengan mencampurkan 2 macam koloid dengan muatan yang berlawanan.
Contoh : Fe(OH)3 yang bermuatan positif akan menggumpal jika dicampur As2S3 yang bermuatan negatif.
Jika partikel-partikel koloid tersebut bersifat netral, maka akan terjadi penggumpalan dan pengendapan karena pengaruh gravitasi. Proses penggumpalan dan pengendapan ini disebut koagulasi.